Selasa, 12 Februari 2008

DETEKSI DINI ANAK BERBAKAT


Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan antara lain bahwa "warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus" (Pasal 5, ayat 4). Di samping itu juga dikatakan bahwa "setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya" (pasal 12, ayat 1b). Hal ini pasti merupakan berita yan gmenggembirakan bagi warga negara yang memiliki bakat khusus dan tingkat kecerdasan yang istimewa untuk mendapat pelayanan pendidikan sebaik-baiknya.

Banyak referensi menyebutkan bahwa di dunia ini sekitar 10 – 15% anak berbakat dalam pengertian memiliki kecerdasan atau kelebihan yang luar biasa jika dibandingkan dengan anak-anak seusianya. Kelebihan-kelebihan mereka bisa nampak dalam salah satu atau lebih tanda-tanda berikut:

  • Kemampuan inteligensi umum yang sangat tinggi, biasanya ditunjukkan dengan perolehan tes inteligensi yang sangat tinggi, misal IQ diatas 120.
  • Bakat istimewa dalam bidang tertentu, misalnya bidan gbahasa, matematika, seni, dan lain-lain. Hal ini biasanya ditunjukkan dengan prestasi istimewa dalam bidang-bidang tersebut.
  • Kreativitas yang tinggi dalam berpikir, yaitu kemampuan untuk menemukan ide-ide baru.
  • Kemampuan memimpin yan gmenonjol, yaitu kemampuan untuk mengarahkan dan mempengaruhi orang lain untuk bertindak sesuai dengan harapan kelompok.
  • Prestasi-prestasi istimewa dalam bidang seni atau bidang lain, misalnya seni musik, drama, tari, lukis, dan lain-lain.

Pada zaman modern ini orang tua semakin sadar bahwa pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang tidak bisa ditawar-tawar. Oleh sebab itu tidak mengherankan pula bahwa semakin banyak orang tua yang merasa perlu cepat-cepat memasukkan anaknya ke sekolah sejak usia dini. Mereka sangat berharap agar anak-anak mereka "cepat menjadi pandai." Sementara itu banyak orang tua yang menjadi panik dan was-was jika melihat adanya gejala-gejala atau perilaku-perilaku anaknya yang berbeda dari anak seusianya. Misalnya saja ada anak berumur tiga tahun sudah dapat membaca lancar seperti layaknya anak usia tujuh tahun; atau ada anak yang baru berumur lima tahun tetapi cara berpikirnya seperti orang dewasa, dan lain-lain. Dapat terjadi bahwa gejala-gejala dan "perilaku aneh" dari anak itu merupakan tanda bahwa anak memiliki kemampuan istimewa. Maka dari itu kiranya perlu para guru dan orang tua bisa mendeteksi sejak dini tanda-tanda adanya kemampuan istimewa pada anak agar anak-anak yang memiliki bakat dan kemampuan isitimewa seperti itu dapat diberi pelayanan pendidikan yang memadai.


Tanda-tanda Umum Anak Berbakat
Sejak usia dini sudah dapat dilihat adanya kemungkinan anak memiliki bakat yang istimewa. Sebagai contoh ada anak yang baru berumur dua tahun tetapi lebih suka memilih alat-alat mainan untuk anak berumur 6-7 tahun; atau anak usia tiga tahun tetapi sudah mampu membaca buku-buku yang diperuntukkan bagi anak usia 7-8 tahun. Mereka akan sangat senang jika mendapat pelayanan seperti yang mereka harapkan.

Anak yang memiliki bakat istimewa sering kali memiliki tahap perkembangan yang tidak serentak. Ia dapat hidup dalam berbagai usia perkembangan, misalnya: anak berusia tiga tahun, kalau sedang bermain seperti anak seusianya, tetapi kalau membaca seperti anak berusia 10 tahun, kalau mengerjakan matematika seperti anak usia 12 tahun, dan kalau berbicara seperti anak berusia lima tahun. Yang perlu dipahami adalah bahwa anak berbakat umumnya tidak hanya belajar lebih cepat, tetapi juga sering menggunakan cara yang berbeda dari teman-teman seusianya. Hal ini tidak jarang membuat guru di sekolah mengalamai kesulitan, bahkan sering merasa terganggu dengan anak-anak seperti itu. Di samping itu anak berbakat istimewa biasanya memiliki kemampuan menerima informasi dalam jumlah yang besar sekaligus. Jika ia hanya mendapat sedikit informasi maka ia akan cepat menjadi "kehausan" akan informasi.

Di kelas-kelas Taman Kanak-Kanak atau Sekolah Dasar anak-anak berbakat sering tidak menunjukkan prestasi yang menonjol. Sebaliknya justru menunjukkan perilaku yang kurang menyenangkan, misalnya: tulsiannya tidak teratur, mudah bosan dengan cara guru mengajar, terlalu cepat menyelesaikan tugas tetapi kurang teliti, dan sebagainya. Yang menjadi minat dan perhatiannya kadang-kadang justru hal-hal yan gtidak diajarkan di kelas. Tulisan anak berbakat sering kurang teratur karena ada perbedaan perkembangan antara perkembangan kognitif (pemahaman, pikiran) dan perkembangan motorik, dalam hal ini gerakan tangan dan jari untuk menulis. Perkembangan pikirannya jauh ebih cepat daripada perkembangan motoriknya. Demikian juga seringkali ada perbedaan antara perkembangan kognitif dan perkembangan bahasanya, sehingga dia menjadi berbicara agak gagap karena pikirannya lebih cepat daripada alat-alat bicara di mulutnya.

Pelayanan bagi Anak Berbakat
Mengingat bahwa anak berbakat memiliki kemampuan dan minat yang amat berbeda dari anak-anak sebayanya, maka agak sulit jika anak berbakat dimasukkan pada sekolah tradisional, bercampur dengan anak-anak lainnya. Di kelas-kelas seperti itu akan terjadi dua kerugian, yaitu: (1) anak berbakat akan frustrasi karena tidak mendapat pelayanan yang dibutuhkan, dan (2) guru dan teman-teman kelasnya akan bisa sangat terganggu oleh perilaku anak berbakat tadi.

Beberapa kemungkinan pelayanan anak berbakat dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Menyelenggarakan program akselerasi khusus untuk anak-anak berbakat. Program akselerasi dapat dilakukan dengan cara "lompat kelas", artinya anak dari Taman Kanak-Kanak misalnya tidak harus melalui kelas I Sekolah Dasar, tetapi misalnya langsung ke kelas II, atau bahkan ke kelas III Sekolah Dasar. Demikian juga dari kelas III Sekolah Dasar bisa saja langsung ke kelas V jika memang anaknya sudah matang untuk menempuhnya.

Jadi program akselerasi dapat dilakukan untuk:

(1) seluruh mata pelajaran, atau disebut akselerasi kelas, ataupun

(2) akselerasi untuk beberapa mata pelajaran saja. Dalam program akselerasi untuk seluruh mata pelajaran berarti anak tidak perlu menempuh kelas secara berturutan, tetapi dapat melompati kelas tertentu, misalnya anak kelas I Sekolah Dasar langsung naik ke kelas III. Dapat juga program akselerasi hanya diberlakukan untuk mata pelajaran yang luar biasa saja. Misalnya saja anak kelas I Sekolah Dasar yang berbakat istimewa dalam bidang matematika, maka ia diperkenankan menempuh pelajaran matematika di kelas III, tetapi pelajaran lain tetap di kelas I. Demikian juga kalau ada anak kelas II Sekolah Dasar yang sangat maju dalam bidang bahasa Inggris, ia boleh mengikuti pelajaran bahasa Inggris di kelas V atau VI.

2) Home-schooling (pendidikan non formal di luar sekolah). Jika sekolah keberatan dengan pelayanan anak berbakat menggunakan model akselerasi kelas atau akselerasi mata pelajaran, maka cara lain yang dapat ditempuh adalah memberikan pendidikan tambahan di rumah/di luar sekolah, yang sering disebut home-schooling. Dalam home-schooling orang tua atau tenaga ahli yang ditunjuk bisa membuat program khusus yang sesuai dengan bakat istimewa anak yang bersangkutan. Pada suatu ketika jika anak sudah siap kembali ke sekolah, maka ia bisa saja dikembalikan ke sekolah pada kelas tertentu yang cocok dengan tingkat perkembangannya.

3) Menyelenggarakan kelas-kelas tradisional dengan pendekatan individual. Dalam model ini biasanya jumlah anak per kelas harus sangat terbatas sehingga perhatian guru terhadap perbedaan individual masih bisa cukup memadai, misalnya maksimum 20 anak. Masing-masing anak didorong untuk belajar menurut ritmenya masing-masing. Anak yang sudah sangat maju diberi tugas dan materi yang lebih banyak dan lebih mendalam daripada anak lainnya; sebaliknya anak yang agak lamban diberi materi dan tugas yang sesuai dengan tingkat perkembangannya. Demikian pula guru harus siap dengan berbagai bahan yang mungkin akan dipilih oleh anak untuk dipelajari. Guru dalam hal ini menjadi sangat sibuk dengan memberikan perhatian individual kepada anak yang berbeda-beda tingkat perkembangan dan ritme belajarnya.

4) Membangun kelas khusus untuk anak berbakat. Dalam hal ini anak-anak yang memiliki bakat/kemampuan yang kurang lebih sama dikumpulkan dan diberi pendidikan khusus yang berbeda dari kelas-kelas tradisional bagi anak-anak seusianya. Kelas seperti ini pun harus merupakan kelas kecil di mana pendekatan individual lebih diutamakan daripada pendekatan klasikal. Kelas khusus anak berbakat harus memiliki kurikulum khusus yang dirancang tersendiri sesuai dengan kebutuhan anak-anak berbakat. Sistem evaluasi dan pembelajarannyapun harus dibuat yang sesuai dengan kebutuhan mereka.


Pergaulan Anak Berbakat
Anak berbakat seringkali lebih suka bergaul dengan anak-anak yang lebih tua dari segi usia, khususnya mereka yang memiliki keunggulan dalam bidang yang diminati. Misalnya saja ada anak kelas II Sekolah Dasar yang sangat suka bermain catur dengan orang-orang dewasa, karena jika ia bermain dengan teman sebayanya rasanya kurang berimbang. Dalam hal ini para orang tua dan guru harus memakluminya dan membiarkannya sejauh itu tidak merugikan perkembangan yang lain.

Di dalam keluarga pun
orangtua hendaknya mencarikan teman yang cocok bagi anak-anak berbakat sehingga ia tidak merasa kesepian dalam hidupnya. Jika ia tidak mendapat teman yang cocok, maka tidak jarang orang tua dan keluarga, menjadi teman pergaulan mereka. Umumnya anak berbakat lebih suka bertanya jawab hal-hal yang mendalam daripada hal-hal yang kecil dan remeh. Kesanggupan orang tua dan keluarga untuk bergaul dengan anak berbakat akan sangat membantu perkembangan dirinya.

MASUK SD USIA DINI


TAK semua anak punya perkembangan ntelektual yang 'normal' atau rata-rata. Ada anak 'gifted' atau 'talented' “yaitu dikaruniai kecerdasan atau bakat luar biasa- yang tingkat intelektualitasnya jauh melampuai anak-anak lain seusianya. Sayangnya,
kadang anak gifted ini baru diketahui setelah ia masuk SD. Coba kalau bisa diketahui saat ia masih di preschool,
kan bisa masuk SD lebih cepat.

Tapi, bagaimana peluang anak berbakat ini? Gimana orangtua mengetahui kalau anaknya berbakat? Sebenarnya bisa saja lho, anak yang belum berusia 6 tahun bersekolah di sekolah dasar. Sebab yang lebih penting sebenarnya kesiapan umur mental si anak, yakni kemampuan mental dan intelektual, bukan umur kalendernya.

"Contoh, anak umur 4 tahun tapi umur mentalnya 6 tahun, berarti mereka sudah siap masuk SD," papar Prof Dr. S.C . Utami Munandar, guru besar psikologi anak Universitas
Indonesia.


Cuma, untuk mengetahui apakah umur mental anak siap, orangtua mesti
mengeceknya dengan melakukan tes umur mental ke psikolog. Dari sini,
nanti bisa diketahui IQ anak, dengan rumus: (umur mental/umur kalender) x 100 = IQ. Bila skor IQ anak di atas 130, jauh di atas anak normal (skor IQ 85-115), bisa saja ia dipandang gifted dan dipertimbangkan masuk SD lebih awal, setelah mempertimbangkan
aspek-aspek lainnya.

Menurut Utami, jumlah anak berbakat di
Indonesia sekitar 2-5% dari
Keseluruhan anak. Namun sejauh ini belum semuanya mendapat pendidikan khusus. Tak semua sekolah mempunyai fasilitas, sarana, dan prasarana yang bermutu, ataupun kelas unggulan yang bisa mengembangkan dan melihat anak-anak yang berbakat.

Padahal sebenarnya dengan bakat di bidang intelektual, tak menutup kemungkinan balita bisa masuk SD. Akibatnya banyak anak yang umur mentalnya sudah tinggi namun tidak terstimulasi dengan baik, sehingga mereka bosan di kelas karena merasa materi yang diajarkan guru terlalu mudah.

Kemungkinan anak yang masih usia TK bisa masuk SD juga dibenarkan Dra.
Shinto B. Adelaar, M.Sc., psikolog perkembangan anak. Namun menurutnya bukan semata-mata karena IQ saja yang kelewat tinggi dibanding anak-anak lain. Si anak juga mesti punya tingkat kematangan yang mampu menghadapi stres dan situasi sekolah. "Sebab situasi dan cara belajar di SD berbeda dengan di TK. Di SD, anak lebih banyak duduk diam di tempat daripada bergerak atau jalan-jalan. Ia juga harus tekun mengerjakan tugas dalam waktu yang lebih panjang serta mau mematuhi instruksi guru. Berarti, dari segi pemikiran, si anak harus lebih matang," Shinto menjelaskan.

Secara emosi, anak juga harus lebih matang, agar mampu mengontrol diri dan tidak lagi bertingkah laku berdasarkan keinginannya sendiri. Jadi, meski anak IQ-nya tinggi, belum tentu EQ-nya tinggi. Kalau anak itu masih dependent (bergantung pada orangtua), sikap bekerjanya belum terbentuk, masih banyak sikap bermainnya, kemungkinan besar bila anak dimasukkan ke SD ia bisa mengalami tekanan dan stres, sehingga menimbulkan reaksi malas belajar atau tidak mau sekolah.

Selain berefek malas, anak yang terlalu dipaksakan lompat jenjang
pendidikan bisa menimbulkan masalah psikologis. Kasihannya, pada anak balita itu. Di usia itu mereka masih ingin main, sementara anak lainnya sudah tidak ingin main lagi. Di jenjang pendidikan berikutnya, misalnya saat di perguruan tinggi dan si anak baru berusia 15 tahun, secara emosional dan sosial ia belum sematang teman lainnya. Tak jarang temannya akan mengangap dia sebagai anak kecil, karena mungkin dari segi fisik belum berkembang sepenuhnya. Jadi dari segi sosial ada hambatan. Atau karena susah bergaul karena komunikasinya sering tidak nyambung, anak lebih senang membenamkan diri pada buku.

Memperdalam, bukan Mempercepat

Kadang orangtua yang punya anak berbakat yang mulai bosan di playgroup atau TK, jadi geregetan dan ingin menaikkan anak ke SD. Namun menurut Shinto, ini bukan solusi yang baik, apalagi jika hanya karena orangtua melihat anak itu lebih cerdas dibanding anak lainnya.

"Jika ingin memasukkan anak ke SD di usianya yang belum cukup,
sepatutnya melihat dulu kondisi anak, karena apapun yang dipaksakan sebelum waktunya akan mengundang risiko. Kalau anak itu enjoy, bisa bergaul dengan lingkungan sosialnya dan senang belajar, tak masalah. Silakan saja melompatkan anak ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Tapi jika tidak, jangan dipaksakan, karena orangtua hanya akan merampas waktu bermain anak."


Lebih baik menurutnya, perkaya pengetahuan dan kematangan anak. Orangtua tidak perlu 'mempercepat' tapi lebih 'memperdalam' pengetahuan anak.
Misalnya anak TK A, pengetahuannya baru sampai C, kita asah pengetahuan anak hingga sampai F. Tapi levelnya tetap TK A. Tujuannya, supaya nanti si anak tumbuh menjadi anak yang pintar dan kreatif dan punya kepribadian yang matang. "Saya percaya kematangan kepribadian itu lebih banyak menunjang keberhasilan anak, daripada
semata-mata kecerdasaan intelektual saja."


Menaikkan anak ke kelas yang lebih tinggi, misalnya tidak masuk kelas 1 tapi langsung kelas 2, juga bukan solusi yang baik. Sebab dengan menaikkan kelas anak, berarti ada materi tertentu yang tertinggal. Sebaiknya, untuk anak berbakat ini dimasukkan ke kelas akselerasi. Di
sana mereka akan memperoleh kurikulum lebih singkat dan padat tanpa harus kehilangan satu materi pun. Toh sekarang banyak sekolah unggulan yang menyenggarakan kelas akselerasi.

Dengan masuk kelas akselerasi dan bergabung dengan anak lain yang
Punya kemampuan yang sama, anak lebih terstimulasi. Sebab anak yang sangat cerdas jalan pikirannya tidak sesuai dengan anak seusianya. Bila ngobrol ia tidak 'nyambung'. Bagi anak yang kecerdasaannya rata-rata, anak yang terlalu cerdas ini jadi membosankan, menganggap si anak terlalu serius karena omongannya jauh ke depan dari anak yang lain.

Amati Tanda-tanda Awal

Agar orangtua tak terlalu lama mengetahui kalau si kecil berbakat,
sebaiknya orangtua melihat dan memperhatikan kemampuan anak sejak dini. Tanda-tanda anak berbakat dapat dilihat dari pertanyaan yang ia ajukan. Pertanyaan si anak biasanya mendalam, kritis, dan tidak cepat puas dengan jawaban yang sekedarnya. Anak memberikan reaksi yang lebih matang dari usia sebayanya, cepat bisa membaca sendiri tanpa
diajarkan.

Caranya, dengan memberi rangsangan dan sarana yang bisa merangsang
bakat anak, misalnya menyediakan aneka permainan. Dengan begitu, selain anak akan terpacu intelektualitas dan kreativitasnya. Supaya tidak salah langkah, orangtua perlu memeriksakan anak ke psikolog untuk mengetahui apakah anak itu berbakat, sebelum memasukkan anak ke SD pada usia dini.

Shinto menyarankan, orangtua yang punya anak berbakat dengan IQ
tinggi, tapi emosinya belum berkembang, sebaiknya tidak meloncatkan anaknya ke kelas atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sebab belajar di SD itu lebih susah, apalagi SD di Jakarta. Anak terlalu banyak di-drill sehingga banyak mengurangi minat anak untuk belajar. Lebih baik anak tetap di TK tapi ia diberi tambahan pengetahuan yang
banyak." kafe muslimah.com

MERANGSANG KREATIVITAS SI PRASEKOLAH

Seimbangkan fungsi otak kiri dan kanan serta optimalkan seluruh aspek penunjang.

Sesungguhnya, setiap anak terlahir sebagai sosok yang memiliki kreativitas. Akan tetapi jangan salah, potensi kreatif tidak terberikan begitu saja, melainkan perlu pengembangan, hingga membuahkan sesuatu. Nah, dalam hal ini, peran orang tua begitu dominan, bagaimana anak dapat mengembangkan potensi kreatifnya?

Menurut Prof. Dr. Sukarni Catur Utami Munandar, Dipl-Psych., anak berumur 3-5 tahun, memerlukan pengasuhan dan bimbingan yang baik agar muatan kreativitasnya dapat diberdayakan secara optimal. Pada skala umur ini, anak mudah menyerap segala informasi yang ada di sekitarnya.

Sistem belajar sambil bermain merupakan cara terbaik yang dapat diberikan kepada anak usia 3-5 tahun. Tentu saja harus disesuaikan dengan perkembangan dan kemampuan masing-masing anak. Inilah beberapa pokok yang bisa dijadikan pembelajaran bagi mereka:

* Belajar mengembangkan dan mengasah keterampilan fisik yang diperlukan untuk melakukan berbagai permainan.

* Belajar menyesuaikan diri dan bersosialisasi dengan lingkungannya.

* Belajar mengembangkan berbagai keterampilan dasar, termasuk "membaca", "menulis" dan "menghitung".

MENGAPA BELAJAR SAMBIL BERMAIN

Dengan bermain, anak akan belajar mengenal aturan, disiplin, tanggung jawab, dan kemandirian serta belajar menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Terlebih, di usia ini anak-anak sudah bisa mengikuti kegiatan di kelompok bermain dan taman kanak-kanak. Dengan belajar sambil bermain, maka secara otomatis daya pikir, imajinasi, emosi, dan sosialnya akan terstimulasi. Di situ, terbuka kesempatan bagi anak untuk menciptakan karya-karya nyata dengan kemampuannya sendiri. Ia akan mengalami banyak hal sendiri, berkomunikasi aktif dengan teman-temannya, dan mengekspresikan pengalamannya baik secara lisan maupun gambar/tulisan.

MEMILIH ALAT BELAJAR DAN BERMAIN

Alat-alat peraga yang digunakan selama bermain mesti bisa menstimulasi pengembangan kreativitas anak. Gunakan alat bermain edukatif yang memiliki fungsi mendidik dan juga menghibur. Dengan begitu anak bisa terstimulasi untuk menyenangi proses belajar, hingga imajinasinya pun berkembang.

Alat permainan edukatif ini banyak macamnya, seperti puzzle dan lego yang dapat melatih kemampuan kreatif. Anak juga bisa membuat mainan sendiri, umpamanya kapal-kapalan dari kertas atau pelepah pisang. Selain itu, sediakan juga alat peraga lain seperti gambar, poster, papan permainan, alat-alat kesenian dan sebagainya.

Usahakan agar kegiatan yang dilakukan tidak monoton. Oleh karena itu orang tua dan guru didik perlu menghidupkan cara-cara yang dapat mengembangkan aktivitas anak. Tujuannya agar tercipta kegiatan belajar yang menyenangkan dan mengasyikkan.

BELAJAR DI ALAM

Kegiatan yang merangsang kreativitas dan kecerdasan emosional anak sebetulnya akan lebih efektif bila dilakukan di alam terbuka. Lakukanlah permainan atau aktivitas yang tidak biasa karena di TK, anak biasanya melakukan kegiatan yang relatif sama, hingga dikhawatirkan membuatnya bosan dan jenuh. Pilih kegiatan berupa permainan atau pembelajaran yang menyangkut kehidupan sehari-hari.

Di usia prasekolah ini anak hendaknya dibiasakan mengenal lingkungan sekitar. Kalau biasanya anak hanya melihat pantai di televisi atau buku saja, ajaklah ia berekreasi ke sana. Tunjukkan bagaimana bentuk pasir dan indahnya ombak yang bergulung-gulung. Ajak pula dirinya menikmati segarnya udara dan indahnya peman dangan di pegunungan.

BELAJAR SENDIRI

Di sekolah, anak pastilah belajar bermain secara berkelompok dengan teman-teman sebaya. Dia akan belajar berinteraksi, bekerja sama, dan mematuhi aturan-aturan kelompok. Namun, adakalanya anak juga ingin bermain sendirian. Kesendirian seperti itulah yang akan memunculkan berbagai imajinasinya. Sedangkan ide-ide kreatif takkan timbul jika selalu main bersama.

Untuk itu, orang tua harusnya mengupayakan agar anak bisa bermain berselang-seling antara sendirian dan bersama-sama. Jika memang memungkinkan, ayah-ibu perlu mengusahakan ruangan atau pojok di rumah untuk anak. Biarkan anak memiliki privasinya dan bebas melakukan apa yang disukainya. Di tempat tersebut biarkan anak menyimpan buku, mainan dan mengerjakan sesuatu yang disenangi untuk merangsang imajinasinya.

* Imajinasi

Imajinasi jangan ditafsirkan sebagai sesuatu yang bersifat lamunan atau khayalan semata. Berilah kesempatan pada anak-anak untuk mengembangkan daya imajinasinya. Dengan demikian dia akan mengeksplorasi potensi kreativitasnya. Orang tua perlu membimbing anak untuk mengungkapkan hasil imajinasinya itu melalui cerita, gambar atau tulisan.

* Kreasi

Biarkan anak berkreasi sekehendak hatinya. Orang tua jangan memberikan batasan atau mengekang daya kreatif anak. Biarlah anak-anak belajar melalui caranya sendiri. Bagaimanapun, setiap aktivitas yang dilakukan anak merupakan proses belajar, dan kemampuan kreativitas itu harus dilihat dari prosesnya, bukan hanya hasil.

SEIMBANGKAN OTAK KIRI DAN KANAN

Utami menyebutkan, belahan otak kiri dan otak kanan haruslah dirangsang secara seimbang. Sayangnya, sistem pembelajaran untuk anak-anak di sini masih lebih difokuskan pada pengembangan otak kiri, yang mengasah kemampuan logika, analisis, dan penalaran. Sementara belahan otak kanan yang merangsang kreativitas, imajinasi, intuisi, dan seni kurang dirangsang.

Di negara-negara Eropa, upaya mengembangkan otak kanan dilakukan dengan kegiatan menari, menyanyi, melukis dan sebagainya. Mereka yakin dengan merangsang seni, kreativitas dan imajinasi lebih dulu, maka kemampuan matematis anak justru bisa berkembang lebih baik. Pandangan ini agaknya berlaku terbalik di kebanyakan lembaga pendidikan di Indonesia. Anak didik lebih banyak dirangsang menggunakan belahan otak kiri, sedangkan otak kanan sangat jarang digunakan. Misalnya, mereka ditekankan untuk secepatnya menerima pelajaran menulis, membaca, menghitung dan menghapal semata yang justru menyebabkan anak jadi tidak kreatif. Artinya, kita cenderung melalaikan pengembangan kreativitas dan imajinasi anak, padahal mestinya rangsangan itu dilakukan secara seimbang, agar fungsi otak kanan dan otak kiri berjalan optimal.

Belahan otak kiri dan kanan, asal tahu saja, bekerja saling bergantung satu sama lain. Apabila tidak terbiasa menggunakannya secara seimbang, salah satu dari belahan otak yang jarang digunakan akan mengalami hambatan-hambatan dalam menjalankan fungsinya. Hal ini pula yang menimbulkan kemiskinan kreativitas pada anak-anak.

SELEKTIF PILIH PLAYGROUP/TK

Bukan kelengkapan sarana permainan dan peraga saja yang perlu diperhatikan orang tua saat memilih "sekolah", tapi juga kualitas guru-gurunya. Mereka harus paham perkembangan psikologi anak usia prasekolah. Mereka juga harus tahu bagaimana menstimulasinya dengan kegiatan yang menarik sekaligus memberikan pengajaran.

Ingat, dunia anak adalah dunia bermain. Melalui bermain, anak memperoleh pelajaran yang mengandung aspek perkembangan kognitif, sosial, emosi dan perkembangan fisik. Melalui kegiatan bermain, anak dirangsang untuk berkembang secara umum, baik perkembangan berpikir, emosi maupun sosial.

Pada rentang umur ini pula, orang tua sudah bisa melihat bakat atau minat anak. Cobalah beri kesempatan kepadanya untuk mencoba berbagai aktivitas, semisal melukis, menari, menyanyi, atau main piano.

Jika pada anak sudah terlihat minat yang dominan, pupuklah terus. Namun, minat itu tidak perlu langsung diarahkan/ditunjukkan pada satu bidang tertentu. Biarkan saja anak memiliki kebebasan. Utami menambahkan, jika orang tua kurang menstimulasi anak, dikhawatirkan perkembangan mentalnya akan berjalan sangat lambat.

Pengaruh Permainan Pada Perkembangan Anak



Bermain merupakan suatu kegiatan yang dilakukan seseorang untuk memperoleh kesenangan, tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Ada orang tua yang berpendapat bahwa anak yang terlalu banyak bermain akan membuat anak menjadi malas bekerja dan bodoh. Anggapan ini kurang bijaksana, karena beberapa ahli psikologi mengatakan bahwa permainan sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa anak.

Faktor-faktor yang mempengaruhi permainan anak:

1. Kesehatan
Anak-anak yang sehat mempunyai banyak energi untuk bermain dibandingkan dengan anak-anak yang kurang sehat, sehingga anak-anak yang sehat menghabiskan banyak waktu untuk bermain yang membutuhkan banyak energi.

2. Intelegensi
Anak-anak yang cerdas lebih aktif dibandingkan dengan anak-anak yang kurang cerdas. Anak-anak yang cerdas lebih menyenangi permainan-permainan yang bersifat intelektual atau permainan yang banyak merangsang daya berpikir mereka, misalnya permainan drama, menonton film, atau membaca bacaan-bacaan yang bersifat intelektual.

3. Jenis kelamin
Anak perempuan lebih sedikit melakukan permainan yang menghabiskan banyak energi, misalnya memanjat, berlari-lari, atau kegiatan fisik yang lain. Perbedaan ini bukan berarti bahwa anak perempuan kurang sehat dibanding anak laki-laki, melainkan pandangan masyarakat bahwa anak perempuan sebaiknya menjadi anak yang lembut dan bertingkah laku yang halus.

4. Lingkungan
Anak yang dibesarkan di lingkungan yang kurang menyediakan peralatan, waktu, dan ruang bermain bagi anak, akan menimbulkan aktivitas bermain anak berkurang.

5. Status sosial ekonomi
Anak yang dibesarkan di lingkungan keluarga yang status sosial ekonominya tinggi, lebih banyak tersedia alat-alat permainan yang lengkap dibandingkan dengan anak-anak yang dibesarkan di keluarga yang status ekonominya rendah.

Pengaruh bermain bagi perkembangan anak
Bermain mempengaruhi perkembangan fisik anak
Bermain dapat digunakan sebagai terapi
Bermain dapat mempengaruhi pengetahuan anak
Bermain mempengaruhi perkembangan kreativitas anak
Bermain dapat mengembangkan tingkah laku sosial anak
Bermain dapat mempengaruhi nilai moral anak

Macam-macam permainan dan manfaatnya bagi perkembangan jiwa anak

A. Permainan Aktif

1. Bermain bebas dan spontan atau eksplorasi
Dalam permainan ini anak dapat melakukan segala hal yang diinginkannya, tidak ada aturan-aturan dalam permainan tersebut. Anak akan terus bermain dengan permainan tersebut selama permainan tersebut menimbulkan kesenangan dan anak akan berhenti apabila permainan tersebut sudah tidak menyenangkannya. Dalam permainan ini anak melakukan eksperimen atau menyelidiki, mencoba, dan mengenal hal-hal baru.

2. Drama
Dalam permainan ini, anak memerankan suatu peranan, menirukan karakter yang dikagumi dalam kehidupan yang nyata, atau dalam mass media.

3. Bermain musik
Bermain musik dapat mendorong anak untuk mengembangkan tingkah laku sosialnya, yaitu dengan bekerja sama dengan teman-teman sebayanya dalam memproduksi musik, menyanyi, berdansa, atau memainkan alat musik.

4. Mengumpulkan atau mengoleksi sesuatu
Kegiatan ini sering menimbulkan rasa bangga, karena anak mempunyai koleksi lebih banyak daripada teman-temannya. Di samping itu, mengumpulkan benda-benda dapat mempengaruhi penyesuaian pribadi dan sosial anak. Anak terdorong untuk bersikap jujur, bekerja sama, dan bersaing.

5. Permainan olah raga
Dalam permainan olah raga, anak banyak menggunakan energi fisiknya, sehingga sangat membantu perkembangan fisiknya. Di samping itu, kegiatan ini mendorong sosialisasi anak dengan belajar bergaul, bekerja sama, memainkan peran pemimpin, serta menilai diri dan kemampuannya secara realistik dan sportif.

B. Permainan Pasif

1. Membaca
Membaca merupakan kegiatan yang sehat. Membaca akan memperluas wawasan dan pengetahuan anak, sehingga anakpun akan berkembang kreativitas dan kecerdasannya.

2. Mendengarkan radio
Mendengarkan radio dapat mempengaruhi anak baik secara positif maupun negatif. Pengaruh positifnya adalah anak akan bertambah pengetahuannya, sedangkan pengaruh negatifnya yaitu apabila anak meniru hal-hal yang disiarkan di radio seperti kekerasan, kriminalitas, atau hal-hal negatif lainnya.

3. Menonton televisi
Pengaruh televisi sama seperti mendengarkan radio, baik pengaruh positif maupun negatifnya.(iis)

MENGOPTIMALKAN PERKEMBANGAN KECERDASAN PADA ANAK SEJAK USIADINI


Peran orangtua pada dasarnya anak-anak sebagai generasi unggul tidak akan tumbuh dengan sendirinya. Mereka memerlukan lingkungan subur yang sengaja diciptakan untuk itu, yang memungkinkan potensi mereka tumbuh dengan optimal.
Orang tua memegang peranan penting menciptakan lingkungan tersebut guna memotivasi anak agar dapat lebih siap dalam menghadapi berbagai tantangan di era globalisasi.
Ini semua dapat dimulai sejak masa bayi. Suasana yang penuh kasih sayang, mau menerima anak apa adanya, menghargai potensi anak, memberi rangsang-rangsang yang kaya untuk segala aspek perkembangan anak, baik secara kognitif, afektif maupun psikomotorik, semua merupakan jawaban nyata bagi tumbuhnya generasi unggul dimasa datang.
Memahami anak keberhasilan suatu pendidikan sering dikaitkan dengan kemampuan para orang tua dalam hal memahami anak sebagai individu yang unik, dimana setiap anak dilihat sebagai individu yang memiliki potensi-potensi yang berbeda satusama lain namunsalingmelengkapidanberharga.Selain memahami bahwa anak merupakan individu yan unik, ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan upaya memahami anak,yaitu bahwa anak adalah: anak bukan orang dewasa,anak adalah tetap anak-anak, bukan orang dewasa ukuran mini.

Mereka juga memiliki dunia sendiri yang khas dan harus dilihat dengan kacamata anak-anak. Untuk itu dalam menghadapi mereka dibutuhkan adanya kesabaran, pengertian serta toleransi yang mendalam.Dunia bermain mereka adalah dunia bermain, yaitu dunia yang penuh semangat apabila terkaitdenganpenuhsuasanayangmenyenangkan.

Anak selain tumbuh secara fisik, juga berkembang secara psikologis. Ada fase-fase perkembangan yang dilaluinya dan anak menampilkan berbagai perilaku sesuai dengan ciri-cirimasing-masingfaseperkembangantersebut.


SenangMeniru
Anak-anak pada dasarnya senang meniru, karena salah satu proses pembentukan tingkah laku mereka adalah diperoleh dengan cara meniru. Orang tua dan guru dituntut untuk bisa memberikan contoh-contoh keteladanan yang nyata akan hal-hal yang baik, termasuk perilaku bersemangat dalam mempelajari hal-hal baru.


Kreatif
Anak-anak pada dasarnya adalah kreatif. Mereka memiliki ciri-ciri yang oleh para ahli sering digolongkan sebagai ciri-ciri individu yang kreatif, misalnya rasa ingin tahu yang besar, senang bertanya imajinasi tinggi, dan sebagainya. Namun begitu anak masuk sekolah, kreativitas anak pun semakin menurun. Hal ini sering disebabkan karena pengajaran di TK atau SD terlalu menekankan pada cara berfikir konvergen, sementara cara berfikir secara divergen kurang dirangsang. Orang tua dan guru perlu memahami kreativitas yang ada pada diri anak-anak dengan bersikap luwes dan kreatif pula, hendaknya tidak selalu memaksakan kehendaknya terhadap anak-anak namun secara rendah hati mau menerima gagasan-gagasan anak yang mungkin tampak aneh dan tak lazim. Anak-anak yang dihargai cenderung terhindar dari berbagai masalah psikologis serta akan tumbuh dan berkembang lebih optimal.

Mengembangkankecerdasandankreativitas
Menyadari akan arti pentingnya orang tua bagi pengembangan kecerdasan dan kreativitas anak, maka sangat dianjurkan kepada setiap orang tua untuk meluangkan waktu secara teratur bagi putra-putrinya untuk mengembangkan kemampuan bahasa misalnya, biasakan agar orang tua rajin menjalin percakapan dengan si kecil. Ajaklah berdialog dan berilah kesempatan kepada anak untuk mengemukakan pendapatnya, sedangkan untuk mengembangkan kemampuan dasar matematika anak dapat diperkenalkan konsep matematika secara sederhana, misalnya menghitung jumlah anak tangga. Sementara untuk memuaskan kebutuhan ilmiahnya, anak bisa diajak menjelajahi dunianya dengan cara melakukan eksperimen, misalnya mengamati tumbuhnya kecambah, proses telur yang menetas dan sebagainya. Kaitkan semua kegiatan diatas sebagai suatu aktivitas yang menyenangkan dan selalu ditunggu oleh anak. Ini adalah hal-hal yang merangsang pengembangan kecerdasan anak. Banyak dijumpai anak-anak yang memiliki kecerdasan dan kreativitas luar biasa adalah anak-anak yang memiliki hubungan emosional yang dekat dengan orang tuanya. Orang tua John Irving misalnya, menghabiskan waktu berjam-jam bermain dan terlibat secara intelektual bersama John setiap hari, sehingga akhirnya ia menjadi penuis ternama. Begitu pula orang tua Steven Spielberg, tak jemu-jemunya berdialog dan melayani aneka pertanyaan serta rasa ingin tahu Steven, sehingga akhirnya ia menjadi sutradara film terkenal. Tak terkecuali orang tua Thomas Alva Edison memegang peranan penting bagi perkembangannya sehingga ia menjadi seorang penemu ulung.


Rumah yang menunjang kreativitas adalah rumah dimana anak dan orang dewasa yang berada didalamnya terlibat dalam kebiasan kreatif. Aktivitas mendongeng atau membacakan cerita sangat bersemangat untuk merangsang kecerdasan maupun kreativitas anak. Melalui dongeng, anak juga dapat diajak berkomunikasi serta mencoba untuk melontarkan suatu gagasan terhadap pemecahan suatu masalah. Dan melalui dialog batin si kecil dengan dongeng-dongeng yang didengarnya itu, tanpa sadar mereka telah menyerap beberapa sifat positif, sperti keberanian, kejujuran, kehormatan diri, memiliki cita-cita, menyayangi binatang, membedakan hal-hal yang baik dan yang buruk, dan seterusnya.


Mengembangkan kecerdasan emosional.

Beberapa ahli mengatakan bahwa generasi sekarang cenderung banyak mengalami kesulitan emosional, seperti misalnya mudah merasa kesepian dan pemurung, mudah cemas, mudah bertindak agresif, kurang menghargai sopansantun dan sebagainya, kecerdasan atau angka IQ yang tinggi bukanlah satu-satunya jaminan kesuksesan anak di masa depan. Ada faktor lain yang cukup populer yaitu kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional ini dapat dilatih pada anak-anak sejak usia dini. Salah satu aspeknya adalah kecerdasan sosial, dimana anak memiliki kemampuan untuk mengerti dan memahami orang lain serta bertindak bijaksaadalam hubungan antar manusia. Suasana damai dan penuh kasih sayang dalam keluarga, sikap saling menghargai, disiplin dan penuh semangat tidak mudah putus asa, semua ini memungkinkan anak untuk mengembangkan kemampuan yang berhubungan dengan kecerdasan emosionalnya. (by seto mulyadi)