Kamis, 07 Januari 2010

BERMUSIK AKTIF SEJAK USIA DINI

ANDA mungkin sudah sering mendengar, betapa besar manfaat musik bagi setiap orang, apalagi janin dan anak-anak yang sedang masa pertumbuhan. Dari yang meningkatkan kepekaan, menstabilkan emosi, meningkatkan kecerdasan, sampai meningkatkan kemampuan logika.
Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan ahli saraf dari Universitas Harvard, Mark Tramo, M.D. Ia mengatakan, di dalam otak kita yang terdiri dari jutaan neuron yang menyebar di otak akan menjadi aktif saat mendengarkan musik. Rangsangan neuron itulah yang meningkatkan kecerdasan.
Sementara Dr. Dee Joy Coulter, yang menjadi penulis buku "Early Childhood Connections: The Journal of Music and Movement Vased Learning", menyebutkan memang banyak manfaat yang bisa dirasakan anak dengan mendengarkan musik.
Lagu-lagunya pun akan memperkenalkan anak pada pola bicara, keterampilan sensor motorik, dan berbagai gerakan penting yang bisa dipelajarinya.
Setelah para ibu menyadari hal itu, mereka pun mulai memperdengarkan musik pada anak sejak dalam kandungan. Setelah lahir dan tumbuh, orang tua pun semakin mendekatkan anak pada musik dengan berbagai cara yang salah satunya melalui les musik.
Di Bandung, berbagai tempat dan alternatif pilihan memang tersebar dan cukup banyak jumlahnya. Mungkin itu terkait juga dengan image Ban¬dung yang dikenal sering melahirkan musisi-musisi kreatif.
Lembaga musik itu antara lain; Purwatjaraka Music Studio, Melodia, Nada, Elfa's Music School, Stesa, Braga Music School, Leo Music, Vence Music Studio, Georama, Harmoni, dan lain sebagainya. Yang privat, meski tanpa label nama, tetap bisa dikenal dan berperan aktif mengajarkan musik melalui promosi dari mulut ke mulut.
Kebanyakan les musik itu, diikuti anak-anak sekolah bahkan prasekolah. Disebutkan Deborah K, dari Wisma Musik Stesa, hampir 80 prosen anak didik yang menimba ilmu musik di Stesa datang dari usia 4 hingga 15 tahun. "Dorongan orang tua, merupakan faktor utama datangnya anak-anak menekuni dunia musik. Namun tak sedikit anak yang pada akhirnya ketahuan, punya bakat kuat di dunia musik," ujar Deborah, guru musik klasik yang akrab disapa Kak Deby.
Menurut pengajar di sekolah musik yang bernaung dibawah LCM (London College of Music) ini, pembekalan musik bagi anak punyak banyak manfaat. Bahkan musik menjadi terafi bagi penyembuhan anak-anak autis maupun hiperaktif. Namun demikian dalam tahun pertama, menuntut kerja keras dari pengajarnya. Karena pada fase ini cukup sulit membuat mereka diam dan menerima pelajaran.
Jika fase ini berhasil dilewati, secara teknis anak-anak autis maupun hiperaktif memun¬culkan kemampuan yang luar biasa dibanding anak-anak normal, walau dalam konteks penjiwaan mereka di bawah kemampuan anak normal.
Sedang Luana Marpanda, pengajar di Sekolah Musik Nada, usia anak-anak memberikan kesempatan lebih lama untuk belajar dan gurunya pun lebih mudah untuk membentuknya.
Namun, karakter anak-anak yang moody, juga memberikan kesulitan tersendiri bagi para guru. "Karenanya guru harus cerdas membaca karakter anak. Terus men-support bila mereka malas berlatih dan tidak boleh bosan. Seorang guru harus terus memu¬ji dan mencari latihan-latihan yang membuat musik jadi asyik dan menarik," ucap Luana.
Hal itu juga yang dirasakan Stephen Michael Sulungan, pengajar privat piano klasik. Menurutnya, anak-anak lebih mudah untuk dikembangkan bakatnya secara bertahap, meskipun lebih baik dimulai pada usia 5 atau 6 tahun.
Menurut Stephen, saat usia itulah anak sudah mulai memahami benar abjad dan berhitung serta cara berpikirnya pun mulai berkembang. "Kalau usia di bawah itu, kita jadi seperti baby sitter, guru TK, dan guru musik sekaligus," ucapnya sambil tersenyum.
Keduanya pun sepakat tidak ada usia maksimal untuk belajar musik. Siapa pun bisa menyalurkan bakat musiknya kapan saja. "Yang penting mereka punya motivasi untuk belajar. Banyak yang sudah di usia lansia belajar musik untuk terapi agar mereka tidak menjadi bertambah pikun dan bersosialisasi dengan lingkungan yang baru untuk lebih bersemangat dalam hidup," tutur Luana.
**
PEMAHAMAN orang tua akan arti pentingnya musik, membuat les musik berkembang. Tentunya itu pun didukung perkembangan industri musik di Indonesia yang semakin membuka banyak kesempatan.
Pola pengajaran yang muncul pun akhirnya bermacam-macam dan mengakomodasi berbagai aliran musik. Meskipun memang, kebanyakan les itu lebih mengutamakan pembelajaran musik klasik yang dinyatakan bisa menjadi dasar yang baik untuk pengembangan selanjutnya.
Seperti yang dituturkan Stephen, seseorang yang baru belajar musik lebih baik memiliki dasar klasik. Bisa saja langsung mengarah ke musik-musik populer, tapi kata dia hal itu akan menyebabkan minimnya kemampuan pendengaran dan hanya mengutamakan kemampuan mencipatkan melodi yang enak.
"Musik klasik mengutamakan kualitas suara. Jadi, saat pindah ke aliran lain, telinga sudah lebih peka," ujar laki-laki yang menjalani pendidikan musik di Belgia itu dan mempelajarinya lebih dalam dengan berkeliling ke Prancis, Italia, dan Swiss selama kurang lebih 12 tahun.
Namun, menurut Reza Noor, pengajar piano, organ, dan keyboard di Braga Music, Jln. Purnawarman Bandung, metode yang juga berkembang telah memampukan seseorang bisa bermain musik hanya dalam hitungan tidak lebih dari 5 tahun. Apalagi dengan perkembangan teknologi yang memudahkan seseorang untuk bermain musik.
Orang tua mana yang tak ingin memiliki anak cerdas dari segi intelegensia dan mental? Itulah yang bisa didukung dengan aktif bermusik terus-menerus. Berkembangnya industri musik, membuat jalur profesi di bidang ini pun semakin terbuka lebar.
Seperti kata Stephen, seorang pengajar pun hanya ingin menggali potensi semaksimal mungkin tanpa memaksa anak didiknya menjadi seorang musisi. (Vebertina Manihuruk/"PR")***

Tidak ada komentar: