Pendidikan anak usia dini di negara kita berum tergarap maksimal. Dari 28 juta anak usia 0-6 tahun, 73 persen atau sekitar 20,4 juta anak di antaranya belum mendapatkan pendidikan. Sedang sekitar 7,5 juta anak, sudah mengenyam pendidikan usia dini seperti membaca dan berhitung yang dilakukan oleh lembaga-lembaga nonformal seperti kelompok bermain dan tempat penitipan anak (TPA).
Beragam upaya telah dilakukan pemerintah. Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah (PLS), Depdiknas, misalnya, menggandeng berbagai organisasi kewanitaan seperti PKK, Muslimat NU, Aisiyah, dan Kowani untuk meningkatkan jumlah anak usia dini untuk mendapatkan pendidikan. "Kami menggandeng organisasi wanita karena anak cenderung dekat dengan ibunya," kata Direktur PAUD Ditjen PLS, Gutama, Maret lalu.
Estimasinya, Diknas mentargetkan peningkatan pendidikan anak usia dini sebesar 12,5 persen atau menjadi 11 juta anak. Pada tahun 2009 ditargetkan menjadi 17,3 juta anak. Saat ini, terdapat 9.668 pos Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), berupa 635 Tempat Penitipan Anak (TPA), 7.784 kelompok bermain, dan 1.249 pos PAUD lainnya yang berupa Posyandu, Bina Keluarga Balita (BKB), dan lembaga kewanitaan.
Sementara itu, dana yang dialokasikan Diknas untuk mengembangkan PAUD pada tahun 2006, kata Gutama, sebesar Rp 109 miliar. "Dana ini dipersiapkan agar anak punya modal dasar sebelum masuk ke sekolah formal," jelasnya.
Cukupkah dana yang dianggarkan itu? Tentu tidak, bila melihat angka 20, 4 juta anak yang harus ditangani. Padahal, pendidikan anak usia dini adalah hal yang vital. Menurut Ketua Komnas Perlindungan Anak, Seto Mulyadi, pada usia yang sangat dini, sedang terbentuk berbagai potensi anak. "Kecerdasan anak atau kemampuan belajar anak itu 50 persen sudah terbentuk pada empat tahun pertama," ujar Kak Seto, begitu ia kerap disapa.
Apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi hal ini?
Ibu sebagai madrasah
Tuntutlah ilmu dari buaian sampai ke liang lahat
Pendidikan anak adalah hak yang harus ditunaikan orang tuanya, terutama ibu. "Al ummu madrasatun, ibu itu ibarat sebuah sekolah," ujar pengamat pendidikan, Nibras OR Salim.
Ibu, kata Nibras, adalah guru dan pengayom atau pelindung, dan 'wakil' dari Allah Ar-Rahim. "Saya temukan sebuah hadis, selama seorang perempuan hamil, Allah memberikan pahala kepada ibu itu seolah-olah dia melakukan ibadah sunat sepanjang kehamilan," ujarnya.
Konsep home schooling yang mulai dikenal di negara kita, tidak ada salahnya diadopsi untuk menangani anak usia dini. Setiap ibu, kata dia, hendaknya menyiapkan diri menjadi "guru" bagi anak-anaknya. Kalau itu dipersiapkan, maka ibu akan terampil bagaimana menjadi guru yang baik bagi buah hatinya: mempunyai sifat kasih sayang, mengayomi, memberikan rasa aman pada anak, dan mampu memberikan penghargaan pada anak.
Dalam teori ilmu jiwa perkembangan anak, kata dia, seorang anak tidak boleh dipukul, dipaksa, diancam, atau dimarahi. "Walaupun dia salah, jangan dimarahi, tapi diarahkan ke yang positif. Ini berlaku untuk anak usia nol sampai delapan tahun," tambahnya. Bila hal ini dipegang, maka home schoolling batita akan "sukses" dilakukan.
Sedang menurut Kak Seto, pada usia ini anak harus diberi stimulasi mental yang kaya namun tetap dalam suasana yang kondusif," ujarnya. Misalnya tetap dengan kasih sayang dan suasana yang menyenangkan, anak diajari mengenai nilai-nilai hidup yang positif. "Bukan agar dia mahir membaca atau menulis, ini keliru besar," ujarnya.
Kak Seto lalu mengutip pendapat seorang pakar pendidikan berkebangsaan Jepang, Sinichi Suzuki. Menurut Suzuki, belajarlah seperti para ibu mengajarkan anak-anak berbicara. "Mereka mengajarkan bahasa tidak dengan kekerasan tapi dengan peluk manja dan kasih sayang," ujarnya.
Konsep ini pula yang mestinya diadopsi dalam home schoolling itu. ''Jadi, kalau kita mengajarkan matematika, mengajarkan moral, budi pekerti itu juga dengan cara-cara kasih sayang termasuk mengenalkan alam. Sekolah tidak harus di ruang, gedung, menurut saya sangat kaku, anak dituntut berpikir abstrak, anak-anak itu berpikir dengan gerakannya jadi dengan berlari, melempar, berteriak, itu sudah belajar banyak,'' ujarnya menambahkan. Selamat ber-home schoolling dengan buah hati Anda! n dam
Begitu bunyi sebuah hadis. Islam mengedepankan pendidikan anak tak hanya di pada usia sekolah saja, tapi sejak dari buaian, bahkan dalam kandungan.
Kamis, 07 Januari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar